Khutbah I
الحَمْدُ
لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ الحُرِّيَّةَ وَالاسْتِقْلَالَ حَقًّا لِبَنِي
الإِنْسَانِ، وَأَمَلاً مَقْبُوْلاً لَامَرَدَّ لَهُ لِأَبْنَاءِ
الأَوْطَان
والصّلاَةُ
وَ السَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنا مُحَمَّدٍ الَّذِي حَرَّرَ
البَشَرِيَّة من ظُلَمِاتِ الاسْتعْمَار وحَوَالِكِ العبودية لِغَيْرِ
الملك الدّيَان. . أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ
نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ
رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ
إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا
أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ
وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ
اللهُ تَعَالَى : وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن
كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at
rahimakumullâh
Puji
dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat-Nya yang dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita dapat
beribadah mengabdi kepada-Nya setiap waktu demi menggapai ridha-Nya.
Dalam
kesempatan yang mulia ini, marilah kita terus menerus berusaha
meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT; takwa dalam arti
yang sebenar-benarnya. Semoga Allah SWT menempatkan kita semua pada
derajat yang Dia ridhai di dunia dan di akhirat. Amin ya rabbal 'alamin.
Hadirin jamaah shalat Jum’at
rahimakumullâh
Sayyidina Umar bin Khathab mengatakan:
مَتَى اسْتَعْبَدْتُم النَّاسَ وَقَدْ وَلَدَتْهُمْ أُمَّهَاتُهُم أَحْرَارًا
Artinya: “Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedang ibu-ibu mereka melahirkan mereka sebagai orang-orang yang merdeka.”
Syech Musthofa Al-Ghalayini dalam karyanya Idhatun Nasyi’in juga menyampaikan:
أَنَّ لِلأُمَمِ أَجَالًا وَأَجَلُ كُلِّ أمَّةٍ يَوْمَ تَفْقَدُ حُرِّيَّتُهَا
Artinya:
“Setiap bangsa memilika ajal yang menjadi akhir (kematiannya), dan ajal
setiap bangsa itu adalah ketika mereka kehilangan kemerdekaannya.”
Hadirin jamaah shalat Jum’at
rahimakumullâh
Saat
ini kita berada di bulan yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, yakni
bulan Agustus. Disebutkan dalam pembukaan UUD 1945, atas berkat rahmat
Allah rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Kemerdekaan kita
bukanlah hadiah dari Belanda dan Jepang, tapi kemerdekaan ini ditebus
oleh seluruh rakyat Indonesia dengan cucuran darah, keringat, dan air
mata.
Seluruh bangsa bersatu untuk menegakkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, tidak pernah terpikirkan apakah istrinya akan
menjadi janda, anaknya menjadi yatim. Yang terpikir di benak para
pahlawan hanyalah merdeka.
Mari sejenak kita mengenang pahlawan bangsa ini, di seluruh penjuru Nusantara baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal.
Saya
teringat sebuah pernyataan yang pernah disampaikan oleh mantan
Mendikbud DR. Anies Basweidan bahwa pahlawan adalah orang-orang yang
sudah selesai dengan dirinya sendiri, tak pernah terbersit dalam dirinya
keuntungan apa yang akan mereka dapatkan, yang ada hanya semangat
berkorban untuk yang lain, berjuang untuk bersama.
Hadirin jamaah shalat Jum'at
rahimakumullâh,
Mari
kita mengingat kembali, kisah perang Ahzab atau perang Khandaq, perang
yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Satu tahun setelah kemenangan
yang diperoleh oleh kafir Quraisy dalam perang Uhud, mereka dan
sekutu-sekutunya merencakan peperangan ke Madinah sehingga pecahlah
kedua perang tersebut. Perang demi membela diri dan mempertahankan
keyakinan Tauhid dari gangguan kaum musyrikin.
Pada kasus perang
Khandaq, umat Islam didera sejumlah kesulitan karena jumlah pasukan
relatif sedikit. Karena kalah jumlah, Rasulullah SAW atas usul sahabat
Salman Al-Farisi (Persia) membuat pertahanan berupa parit (Khandaq).
Saat
membuat parit, Rasulullah SAW ikut terjun langsung. Setelah
berhari-hari membuat parit itulah, pasokan makanan di Madinah terus
menipis, sehingga terjadi kelaparan. Untuk menghilangkan rasa lapar,
sahabat-sahabat Rasulullah SAW mengganjal perut dengan batu. Demi sebuah
kemerdekaan mereka rela menahan lapar.
Suatu saat ada seorang
sahabat yang karena sudah tidak kuat dengan rasa lapar menghadap
Rasulullah, “Ya Rasulullah, kami sudah mengganjal perut kami dengan satu
batu, tapi kami tetap tidak kuat menahannya.”
Rasulullah SAW
tersenyum seraya memperlihatkan ikatan di perut Rasulullah SAW, ternyata
sudah ada 2 batu terikat di perut beliau. Sehingga saat para sahabat
merasa lapar, Rasulullah SAW lebih lapar dari semuanya. Inilah jiwa
pemimpin Rasulullah SAW, yang seolah saat ini sudah mulai jarang kita
temukan dalam diri kita.
Secara umum, yang dialami Rasulullah
beserta sahabatnya itu merupakan contoh kecil tentang betapa mahalnya
sebuah kemerdekaan: kemerdekaan untuk berkeyakinan, kemerdekaan untuk
terpenuhinya kebutuhan dasar, dan kemerdekaan hidup tenang dan damai.
Untuk meraih itu semua, mereka rela mengorbankan segalanya, mulai dari
tenaga, pikiran, fisik, hingga nyawa mereka. Demikian pula yang
dilakukan para pahlawan bangsa Indonesia.
Dalam sekala kecil,
mungkin masih bisa kita miliki jiwa pengorbanan dalam diri kita.
Sebagaimana orang tua berkorban untuk anak-anaknya. Lantas, apakah kita
masih rela dan mau berkorban untuk orang lain, orang-orang di sekitar
kita? Saya mengajak diri saya pribadi khususnya dan jamaah Jum’at pada
umumnya, mari kita hidupkan kembali jiwa kepahlawanan kita, keluarga
kita, sahabat kita, dan masyarakat kita.
Bangsa kita saat ini
sedang dilanda krisis kepemimpinan, krisis kepercayaan. Semua seolah
diukur dengan kepentingan jangka pendek, sehingga politiklah yang
menjadi panglima, keuntungan yang menjadi tujuan. Kita yang terlalu
picik dengan keadaan ataukah memang begitu adanya. Jika ada pemimpin di
sekitar kita yang ingin memberikan contoh yang baik, kita sering berkata
bahwa itu adalah pencintraan dan lain sebagainya. Apakah karena jiwa
kepahlawanan dalam diri masyarakat kita sudah demikian terkikisnya
ataukah kepentingan sesaat kita menghilangkan semua penilaian positif
kita.
Ataukah jangan-jangan—dan ini yang paling kita
takutkan—dikarenakan sedikit sekali orang yang baik, sehingga kalau ada
orang baik dianggap sebagai pencitraan dan sejenisnya.
Hadirin jamaah shalat Jum'at
rahimakumullâh
Membangunkan
jiwa kepahlawanan dan kepedulian serta pengorbanan kepada diri sendiri
mungkin tidak sulit, tapi membangunkan jiwa kepahlawanan dan kepedulian
serta pengorbanan kepada keluarga dan masyarakat bisa luar biasa
sulitnya.
Marilah sejenak kita kembali belajar sejarah tentang
asbabun nuzul QS Al Ahzab: 28-30
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ
سَرَاحًا جَمِيلًا (28) وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ
أَجْرًا عَظِيمًا (29)
Artinya: “Hai Nabi,
katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu sekalian menginginkan
kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu
mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu
sekalian menghendaki keridhoan Allah dan Rosulnya serta (kesenangan)
dinegeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang
berbuat baik di antaramu pahala yang besar.”
Dalam Tafsir Ibnu
‘Ashur dijelaskan tentang latar belakang turunnya ayat tersebut. Saat
Bani Quraidlah berhasil ditaklukan, kaum Muslimin mendapatkan harta
ghanimah yang sangat banyak setelah sebelumnya Bani Nadhir, dengan hasil
fai’ yang sangat banyak.
Istri-istri
Rasulullah menganggap beliau berada dalam keadaan kelonggaran harta,
maka kemudian istri-istri Nabi meminta nafkah lebih kepada Rasulullah
SAW.
Dan kemudian turunlah ayat tersebut yang menyindir istri-istri Nabi, apakah memilih kehidupan dunia atau kehidupan akhirat.
Belajar
dari sejarah tersebut, seringkali kita bisa membangkitkan jiwa
pengorbanan dan kepahlawanan dalam diri kita, akan tetapi belum tentu
demikian dengan orang-orang dekat kita. Oleh karena itu, marilah kita
isi kemerdekaan kita dengan membangkitkan gelora jiwa kepahlawanan,
pengorbanan dan kepedulian untuk kebaikan bersama. Semoga Allah
senantiasa melimpahkan kepada negeri kita tercinta ini keberkahan
kebaikan dengan momentum kemerdekaan 17 Agustus 1945.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي
وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أقُوْلُ
قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ،
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ
وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهّ أَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ
اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
أَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ
اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ
وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ
وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا
اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ
وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً
يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Muh. Afifuddin, LP Ma’arif NU Kabupaten Sleman
Sumber : nu.or.id